Friday, April 30, 2010

Kerja Sama TNI AU dan AU Singapura Diperluas

Wakil Kepala Staf TNI-AU, Marsekal Madya TNI Sukirno (kiri) dan Wakil Kepala Staf Angkatan Udara Singapura, Brigadir Jenderal Hoo C Mou (kanan), berjabat tangan setelah melakukan Pertemuan Tahunan Ke-30 kedua angkatan udara, di Kawasan Kuta, Bali, Kamis (29/4). Kedua angkatan udara negara serumpun sepakat untuk meningkatkan kerja sama militer dalam berbagai aspek. (Foto ANTARA/marboen/ed/nz/10)

29 April 2010, Kuta -- Kerja sama dalam berbagai aspek antara TNI-AU dan Angkatan Udara Singapura akan diperluas sejalan dengan peringatan tahun ke-30 kerja sama antarkedua matra militer kedua negara ASEAN itu.

"Selama ini memang kerja sama itu dinilai baik, menguntungkan, dan mampu menjadi jembatan atas segala potensi masalah yang bisa terjadi di antara kedua angkatan udara," kata Wakil Kepala Staf TNI-AU, Marsekal Madya TNI Sukirno, kepada ANTARA di Kuta, Bali, Kamis.

Bali menjadi tuan rumah pertemuan tahunan ke-30 di antara kedua angkatan udara. Markas Besar TNI-AU menugaskan Sukirno untuk memimpin delegasi TNI-AU dalam pembahasan pengembangan kerja sama kedua angkatan udara negara serumpun itu.

Selain Sukirno, delegasi TNI-AU itu adalah Asisten Operasi KSAU Marsekal Muda TNI Pandji Utama, Asisten Pengamanan KSAU Marsekal Pertama TNI Gunpanadi Waluyo, Kepala Dinas Pendidikan TNI-AU Marsekal Pertama TNI Sukarto, dan sejumlah lain perwira menengah.

Delegasi Singapura dipimpin Wakil Kepala Staf Angkatan Udara Singapura Brigadir Jenderal Hoo C Mou, didampingi delapan perwira menengah, termasuk Atase Pertahanan Kedutaan Besar Singapura di Jakarta, Kolonel JP Andrew.

Sukirno menyatakan, "Ke depan, masalah yang menjadi perhatian bersama adalah peningkatan kapasitas SDM yang dimiliki. Ada banyak pelatihan bersama yang bisa diprogramkan dan dilaksanakan."

Hal serupa juga dinyatakan Hoo, yang menganggap pertemuan rutin tahunan ini semakin penting dari tahun ke tahun.

"Kami melihat pertemuan ini bukan sekadar pertemuan rutin belaka. Ada banyak kemajuan penting yang terlahir dalam kerangka kerja sama bilateral kedua angkatan udara negara kita ini dari pertemuan ini," katanya.

Indonesia di mata Singapura, katanya, berposisi sangat penting, tidak saja secara geografis namun lebih dari itu. "Kita terbukti menjadi saudara yang saling membantu dalam suka dan duka. Baik TNI-AU ataupun RSAF mampu menjadi duta bangsa masing-masing yang baik dalam hal itu," katanya.

Singapura di dalam struktur pertahanan regional ASEAN memiliki posisi yang kuat dari sisi sistem kesenjataan dan efisiensi penggelaran kekuatan militer negara pulau itu.

F-15SG "Eagle" saat tiba di Singapura awal bulan ini. (Foto: Mindef)

Negara yang menyandarkan diri dari perdagangan internasional dan jasa ini merupakan satu-satunya negara ASEAN yang "menitipkan" dua skuadron udara tempurnya di Amerika Serikat dan Australia. Di luar Jepang dan Korea Selatan, cuma Singapura yang diizinkan Amerika Serikat memiliki F-15SG "Eagle" dan helikopter serang AH-64D.

Negara itu juga memiliki F-16C/D Block 60, pesawat tempur penyergap F-5S/T, pesawat intai maritim dan intai jarak jauh E-2C "Hawkeye", G550 AEW&C, F50 ME2, dan pengintai RF-5S.

Untuk memenuhi keperluan pendidikan para penerbang militernya, Singapura memakai pesawat latih S211, PC-21, TA-4SU, EC120. Di sisi transportasi militer, negara itu juga memiliki sederet pesawat transport militer berat dan tanker udara Herkules KC-130, C-130H, F50 UTL, KC-135R, selain helikopter CH-47SD "Super Stallion", dan SA-332 "Super Puma".

Indonesia yang pernah memiliki arsenal dan daftar pesawat militer yang menggetarkan dunia pada dasawarsa '50-an dan '60-an, harus berbesar hati dengan kekuatan TNI-AU saat ini. Banyak perwira militer Indonesia, politisi, masyarakat umum, dan pengamat militer yang menilai kekuatan udara Indonesia masih sangat jauh dari cukup untuk mengawal 5,5 juta kilometer persegi wilayah udara nasional.

Andalan utama kekuatan udara nasional masih berkutat di Skuadron Udara 3, Skuadron Udara 11, Skuadron Udara 14, dan Skuadron Udara 15. Seluruh skuadron udara itu berisikan pesawat tempur Sukhoi Su-27 dan Su-30MKI, F-16 "Fighting Falcon", BAe Hawk 109/209, dan F-5E "Tiger II".

Akan tetapi, Indonesia tercatat menjadi negara pertama di luar Amerika Serikat yang boleh membeli Herkules H-130A pada peralihan dasawarsa '50-an dan '60-an. Hal itu menandai kemesraan hubungan Indonesia dan Amerika Serikat di sela dominasi Uni Soviet pada saat itu.

Untuk pengintaian udara, Boeing RC-737 dengan teknologi awal dasawarsa '80-an masih menjadi andalan di Skuadron Udara 5 berkedudukan di Pangkalan Udara Utama TNI-AU Hasanuddin, Makassar.

Antara Bali

No comments:

Post a Comment